Resensi Kitab : "Ta’jil al-Manfa’ah bi Zawaid Rijal al-Aimmati al-Arba’ah"

Nama Kitab : Ta’jil al-Manfa’ah bi Zawaid Rijal al-Aimmati al-Arba’ah
Pengarang : Ibnu Hajar al-‘Asqalani
Pentahqiq : Dr. Ikramullah Imdad al-Haq
Jumlah Jilid : 2 (dua)
Cetakan : Dar al-Basyair al-Islami (cetakan kedua)
Nama dan Nashab
Beliau bernama Syihabuddin Abu al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar al-Kannani al-‘Asqalani al-Mishri asy-Syafii. Lebih dikenal dengan panggilan Ibnu Hajar al-‘Asqalani.

Gelar dan Kunyah
Beliau adalah seorang ulama besar madzhab Syafii, digelari dengan ketua para Qadhi, Syaikhul Islam, Hafidz al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), Amirul Mukminin dalam bidang hadis dan dijuluki Syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) adalah Abu al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abu al-Hasan Ali. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga tahqiq.

Kelahirannya
Menurut pendapat yang unggul, Beliau dilahirkan tanggal 22 Sya’ban tahun 773 H. dipinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid. Ibunya meninggal ketika beliau masih balita, dan tidak lama setelahnya, ayahnya meninggal pada tahun 777 H. ketika Ibnu Hajar masih berumur 4 tahun.

Perjalanan Menuntut Ilmu
Sebelum meninggal, ayahnya berwasiat kepada dua orang shalih untuk menjaga dan mendidik Ibnu Hajar kecil, dua orang tersebut adalah Zakiyuddin Abu Bakr bin Nuruddin Ali al-Kharubi (kakak tertua Ibnu Hajar, wafat 786 H.) dan Syamsuddin Muhammad bin Ali bin al-Qathan al-Faqih (wafat 813 H.) Keduanya memiliki kedekatan khusus dengan Ibnu Hajar kecil. Dari sinilah pengalaman menuntut ilmu dimulai.
Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk kutab (madrasah) untuk menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran, sampai beliau diajar oleh seorang ahli fikih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya Ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh (Zakiyuddin al-Kharubi) berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benar-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa kitab-kitab induk seperti al-‘Umdah al-Ahkaam karya Abdul Ghani Al-Maqdisi, al-Alfiyah fi Ulum al-Hadits karya guru beliau al-Haafizh al-Iraqi, al-Haawi ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.
Pertama kali ia diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair.
Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.
Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.
Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan tholabul ilmi) ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda hingga mayoritas ulama dizaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar. Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan selainnya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya.

Wafatnya Ibnu Hajar
Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25 Jamadal Akhir tahun 852 H. Kemudian pada malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.
Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau lebih dari 50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan Al-Bulqini untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.

Kitab Ta’jilul Manfa’ah
Kitab yang satu ini sangat penting bagi anda pecinta ilmu syariat, terlebih yang mengambil spesialisasi hadis dan ilmu hadis. Selain karena pentingnya mengetahui keadaan para perawi hadis sehingga bisa dibedakan hadis yang maqbul dan mardud, kitab ini secara khusus mengkaji kedaan rijal hadis yang ada di dalam Al-kutub Al-arba'ah, yaitu Al-muwatha, Musnad As-syafii, Musnad Ahmad, dan Musnad Abi Hanifah yang jarang sekali diantara ulama kita mengumpulkannya dalam satu kitab. Berbeda dengan Al-kutub As-sittah, Imam Abil Fadhl sudah mengkaji Rijal As-shahihain, Abu Nashr Al-kalabadzi mengkaji Rijalul Bukhari, Abu Bakar bin Minjawaih mengkaji Rijal Shahih Muslim, begitu juga rijal yang ada di dalam Jami At-tirmidzi, Sunan An-nasai, Sunan Abi Dawud, dan Sunan Ibni Majah sudah banyak ulama yang mengkajinya. Maka dari itu, kitab ini sangat penting dan tidak heran jika mushannif menamakan kitab ini dengan Ta'jil Al-manfa'ah :)
------------------------------------------------------------------------------------
Silahkan nikmati Kitab ini di kolom hadits PMIK hari ini....... !!!!!!!
Previous
Next Post »